December 4, 2016

M I R R O R

Seandainya saja dirimu mau sesaat saja mencermati, pasti akan muncul berbagai rasa menggelitik yang memberi benakmu banyak pertanyaan, demi menuntut jawab atas dialektika yang sejatinya tengah terjadi antara kau dan dia. Sesuatu yang membuatmu terkoneksi sampai sejauh ini. Seberapapun usahamu menjauh dari jerat itu, ada sesuatu yang hingga kini, selalu menuntunmu kembali padanya...

Sebentuk rasa di dalam dirimu mungkin telah lama menggugat dengan jengah, bagaimana mungkin manusia yang menjaga kesucian sepertimu terjerat sensasi duniawi yang menelikung ragamu bagai candu.  Dirimu pun sekuat kehendak berusaha menghindarinya, agar tak terjerat lagi dan lagi. Hingga pintanya tuk dapat menatap matamu, tak hendak kau kabulkan...

Sementara di bagian lain, terbersit selarik rasa yang menuntunmu agar jujur merengkuh, bahkan menikmati tarian energi yang berhasil melesatkanmu untuk terbang mengingkari ruang dan waktu, hanya untuk mereguk secawan sensasi yang ditawarkan buminya. Hingga rasa itu senantiasa kembali meraja dari waktu ke waktu, mengajakmu kembali, tanpa dapat  kau ingkari...

Sementara di antara tarikan kedua rasamu itu, ada sekelumit rasa lain yang mestinya sudah menyelusup dalam mencoba mendamaikan keduanya. Rasa yang hadir untuk menelanjangi diri manusiamu, namun selalu kau abaikan dengan segudang alasan, meski yang disampaikannya adalah kejujuran...

Tentu saja ini semua tentangmu, bukan lagi tentang dia,  meski segala tentang dia sudah menelanjangi titik nadirmu...

Adalah dia yang logika berpikirnya telah mengaduk batinmu dengan lusinan pertanyaan. Sementara tatap matanya membuat jantungmu berdetak tak beraturan, saat senyumnya melukis hatimu dengan warna pelangi...

Adalah dia yang kalimatnya sudah membiusmu dengan rasa yang sama sekali baru, saat bahasa tubuhnya memberondongmu dengan gelombang energi, hingga kau biarkan dirimu terlempar ke dimensi ruang dan waktu yang samasekali asing demi membersamainya...

Adalah dia yang proses ngelungsunginya
bergerak nggegirisi persis di depan hidungmu, begitu transparan dan telanjang, menyihirmu hingga kau tak kuasa palingkan muka...

Adalah dia yang menarikmu untuk menyelami dasar hatinya, demi menjadi saksi dari kegelapan di relung jiwanya, yang perlahan tapi pasti bergerak merengkuh cahaya, lewat lantunan alunan Safari Internal dan Cinta Sejati, in
ti ajaranmu kala itu...

Tapi kali ini bukan tentang dia lagi, ini tentang dirimu yang tengah bangkit dan tumbuh memenuhi tuntutan peran,  demi bergerak lebih cepat, membubung semakin tinggi, kemudian melesat jauh...

Dialah sebingkai lukisan kenyataan, yang hadirnya tak pernah kau inginkan, namun adanya begitu sulit untuk diingkari...

Hanyalah sebentuk cermin, yang kini ditawarkannya... 

Maukah dirimu bercermin, demi menatap pantulan wajahmu di antara gelap dan terang jiwanya. Adakah dirimu memahami gelisahnya, 
saat dia menangkap sinyal rasamu menyelusup jiwanya. Manakala kalimatmu membelai geletar nadinya, dan meruntuhkan realita atas batasan asa di kehendaknya...

Jutaan kata seakan tengah merapat dan berhimpun, menghantarkan gelombang demi gelombang energi ke tepian. Menyingkap tabir rasa, yang kelak kan mengajakmu memaknai setiap dimensi ruang dan waktu yang terberi...

Semoga...




No comments:

Post a Comment

Wings of The Pheonix

The stars knew how long I've been wandering to find the heart that beats in tandem with mine.. The sun noticed how far I'd like to t...